TANGERANG,SATELITKOTA.COM – Merilis, akun resmi Ustadz Abdul Somad Official yang ada di Fanpage Facebook hilang alias tidak lagi bisa akses. Artikel ini sudah tayang di satelitkota.com (15/4/2021). Hal yang sama juga terjadi pada Mega, perempuan 45 tahun, pegawai swasta ini mengaku kesal terhadap oknum yang membajak akun Facebook miliknya. Ia mengungkapkan, sang pembajak menulis kata-kata memaksa supaya dikirim uang.
“Si oknum terus ngotot dan maksa supaya dikirim uang ke ponakanku, dari situ ponakanku sadar bahwa dia itu bukan aku karena ponakan tahu bukan tipe suka maksa. Untungnya ponakanku tahu dan lekas sadar,” ujarnya.
Mega mengatakan, Facebook-nya mulai dibajak sejak 14 April lalu. Sejak dibajak banyak temanku yang pada telepon dengan laporan yang aneh-aneh. ” Saya berharap instansi terkait bisa mengusut tuntas kasus ini agar tidak terulang di masa datang, soalnya ini sudah sangat meresahkan,” harapnya.
FENOMENA HACKER ATAU PERETAS
Dosen Kajian Drama perguruan tinggi di Tangerang, Madin Tyasawan mengatakan, seiring perkembangan teknologi, kejahatan dunia maya (cyber crime) berupa peretas (hacker) makin berkembang, baik secara kuantitas maupun kualitas.
“Secara positif, sebenarnya tujuan peretas itu baik, yaitu menganalisis dan mengidentifikasi perangkat lunak (software) untuk menemukan kelebihan atau kekurangannya agar dapat diperbaiki. Namun, ketika ada oknum peretas yang berniat jahat ingin merusak sistem komputer dan situs-situs pribadi maupun instansi maka pengertian peretas pun menjadi negatif. Apalagi peretasan yang dilakukan dengan motif mencari dan mencuri uang dengan cara ilegal dan instan, perbuatan peretas tersebut sudah masuk ke dalam ranah kejahatan dunia maya”.ujar Ketua Dewan Kesenian Tangerang, dalam keterangan tertulisnya.
Memang, ada istilah yang membedakan antara peretas jahat dan yang sekadar iseng. mereka yang suka menjelajah ke situs internet dan mempermainkan keisengannya disebut “Hecker” yang kelakuannya disebut “Hacking.” Ada juga Hacker yang melakukan penyusupan sebatas mengintip data dengan tidak merusak sistem yang dimasukinya dinamai “Hektivism”. Sedangkan mereka yang menyelundup dan menyusup ke situs orang lain atau situs instansi lalu merusak bahkan sampai berbuat jahat disebut “Cracker”, sambungnya.
Lanjut Madin, pada tatanan dunia mutakhir yang kemajuannya ditandai dengan kepesatan teknologi informasi dan komunikasi sehingga membentuk globalisasi ekonomi pada akhirnya memberi pengaruh positif dan diiringi dengan dampak negatifnya.
“John Naisbitt dan Patricia Aburdene meramalkan ketika ada perubahan dunia menjadi perkampungan global (global village) yang didominasi oleh perekonomian kapitalisme, maka kecenderungan orang untuk menghalalkan segala cara demi meraup keuntungan sebesar-besarnya adalah fenomena yang mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga kejahatan dunia maya adalah fenomena kekinian, baik yang terjadi di dunia internasional maupun di Indonesia,” katanya.
Salah satu upaya Pemerintah untuk melindungi para korban kejahatan dunia maya adalah dengan disahkannya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tahun 2008. Kehadiran UU ITE salah satu fungsinya sebagai bentuk kehadiran negara untuk menjerat orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam menggunakan internet sehingga merugikan masyarakat, bangsa dan negara.
Selain peran dan tanggung jawab negara, pencegahan kejahatan para peretas harus juga muncul dari kesadaran setiap individu untuk meningkatkan literasi teknologi (khususnya dunia internet) agar tidak menjadi korban para peretas jahat, harap Madin.
Ditempat yang berbeda, Emrus Sihombing, pakar komunikasi juga dosen di UPH menurutnya, maraknya pembajakan akun-akun di media sosial sangat tidak dibenarkan .”ini bentuk pelanggaran hak asasi komunikasi,” kata Emrus melalui pembicaraan sambungan telepon kepada satelitkota.com.
Lanjut Emrus, pelanggaran hak asasi salah satunya yakni hak asasi komunikasi, artinya apa? “Boleh dong kita berkomunikasi dengan saluran-saluran komunikasi termasuk akun-akun media sosia, lainnya. Itu hak kita. Sebab tidak ada manusia yang tidak berkomunikasl,” ujarnya.
Pasalnya, ketika akun-akun kita sebagai saluran komunikasi dibajak oleh orang tertentu, ini telah melanggar hak asasi komunikasi dan perlu diproses sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan diberikan hukum yang tegas.
“Kalau kita mau jujur dalam kehidupan manusia yang paling utama yaitu komunikasi. Kenapa demikian? Bukankah perilaku kita dibentuk karena komunikasi, bukankah budaya kita terbangun dengan komunikasi, bukankah kita dekat dengan sang maha pencipta melalui proses komunikasi. Jadi kita mendengarkan ceramah pak kyai, pendeta, pastor, berdiskusi itukan komunikasi. Artinya, komunikasi sangat substantif, sangat substansial dalam kehidupan antar manusia. Nah, ketika akun-akun kita sebagai media komunikasi dibajak oleh orang tersebut saya pikir orang ini sudah melanggar etika dan moral komunikasi,” tegasnya. (MED)
BERITA TERKAIT
Buntut Polemik Bantuan PIP di SDN 1 Sindanglaya, Feradi WPI dan Koalisi Aktivis Bersatu Akan Datangi Kementrian Pendidikan RI
Natalius Pigai dan JMSI: Sinergi Media dan Pemerintah untuk Penguatan HAM
Tak Ada Korban Meninggal, Ini Data Sementara Korban Truk Kontainer Ugal-Ugalan di Tangerang