TANGERANG,SATELITKOTA.COM – Revolusi industri ke-4 telah membawa pada konsekuensi society 5.0. Menurut Wakil Rektor Non Akademik Global Institute M. Iqbal Hanafri perkembangan yang ada saat ini telah mengubah tatanan dunia secara disruptif sehingga semua hal menjadi lebih canggih. Yang tadinya masih manual atau dikerjakan dengan cara konvensional sekarang sudah segalanya computer. Revolusi 4.0 di abad ke-21, ditandai dengan system cerdas yang memungkinkan konvergensi dunia digital dan fisik melalui kecerdasan buatan maka tenaga manusia akan banyak yang tergantikan.
“Tol kalau dulu ada penjaganya, sekarang tidak dibutuhkan lagi. Bahkan di negara seperti Taiwan mobil masuk aja tidak lagi tempelkan kartu e-tol. Melihat kondisi ini manusia sejatinya semakin enak, karena teknologi semakin canggih. Cuma beberapa pekerjaan akan tergantikan. Ada plus minusnya. ” ujar Iqbal kepada wartawan satelitkota.com. (15/07/2023).
Lanjutnya, dengan revolusi teknologi yang ada maka pola pikir dan cara berkegiatan telah berubah baik dari segi skala, ruang lingkup dan kompleksitas. Pekerjaan yang bersifat repetisi atau berulang akan digantikan dengan otomasi. Pertanian misalnya, yang tadinya dikerjakan secara tradisional sekarang sudah lebih modern. Hal ini bagus, manusia menjadi di manusiakan. Karena manusia sacara fisik ada keterbatasan entah pinggul sakit, kram otot, dan lainnya.
Problemnya beberapa pekerjaan manusia akan hilang. Sebaliknya akan ada peluang pekerjaan baru yang sebelumnya tidak pernah ada. Segala sesuatu telah bertransformasi dibandingkan era sebelumnya. Di era ini, ketidakpastian menjadi situasi dan kondisi yang akan dihadapi terus-menerus. Karena itu manusia harus perbaharui ilmu untuk mengimbanginya sekaligus untuk memprediksi masa depan agar dapat mengantisipasi segala risiko yang ada, paparnya.
“Mau tidak mau tetap harus dihadapi dengan tentunya manusia tetap punya jalan keluar meningkatkan pengetahuannya. Sumber daya manusia perlu disesuaikan dengan teknologi yang berkembang. Prosesnya melalui pendidikan, melalui training-training, kampus-kampus dan terus perbaharui informasi dan teknologi yang terus berkembang,” katanya.
Harapannya manusia memiiliki kemampuan bernalar kritiis, yang tentunya ini berguna untuk penyelesaian sebuah masalah. Di abad 21 ini seseorang diharuskan memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
Dengan adanya kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka diharapankan proses pembelajaran di Perguruan Tinggi menjadi lebih otonom dan fleksibel, dengan kultur belajar yang lebih inovatif, sesuai dengan minat dan bakat mahasiswa. Meskipun menurut Iqbal masih terdapat beberapa kendala. “Memang ada beberapa program yang belum tentu sejalan, contoh kita memberikan penempatan ke mahasiswa yang tidak sesuai minat atau tidak tereksplor dengan baik sehingga pengalaman yang dia terima atau mereka dapatkan kurang maksimal,” terangnya.
Dibeberapa hal banyak juga kampus-kampus yang masih kesulitan mengkonversi program-program dalam mata kuliah. Terlebih lagi aturan untuk mengkonversi belum jelas. Misal mata kuliah apa yang bisa dikonversi, kemudian berapa banyak mahasiswa itu bisa ikut MBKM? Misal dari semester 1, 2 dan semester 3 ikut MBKM. Tapi kurikulum di kampus tidak diikuti itu juga bermasalah bagi mahasiswa, lanjutnya.
“Saya berharapan aturannya itu perlu dilakukan perubahan atau ditinjau ulang. Misalnya mahasiswa mengikuti MBKM maksimal berapa SKS? Sehingga mahasiswa bisa menyesuaikan dengan pengetahuan dasarnya yang harus dikuasai dahulu, setelah itu kemudian dilakukan program MBKM,” pungkasnya. (MED)
BERITA TERKAIT
Teguh Santosa: Begini Pernyataan Menlu Sugiono
Cegah Perundungan Guna Menyongsong Generasi Emas 2045
KPU Kota Tangerang Ajak JMSI Wujudkan Pilkada yang Berintegritas